Rijksmuseum Amsterdam 2017 |
Paham ya!? BUKAN GANJA.
Ceritanya dimulai ketika saya ngapelin Kiran ke Prancis. Berangkatlah dengan berbekal sekaleng Gudang Garam berisi 50 batang. Awalnya mikir sih mikir, “cukup lah buat 1 bulan disana.”
Eh! Summer disana ternyata gak panas-panas amat, masih berkisar dibawah 30C. Otomatis suhu yang lumayan sembribit itu hasrat buat merokok makin tinggi. Singkatnya, habis lah dalam waktu seminggu. Habisnya juga gak dipake sendiri tapi ternyata banyak orang disana yang tertarik sama aroma rokok asli Indonesia.
Eniwe beberapa orang (bule) minta secara sopan, pake basa-basi, sebagian orang lagi gak begitu sopan. Katakanlah kita lagi mau ngerokok, tiba-tiba ada aja yang langsung nyamperin dan, “boleh minta bro?”. Belajar dari kejadian yang gak enak itu, dan ini adalah tips kalo kamu perokok dan kamu mau jalan-jalan ke Eropa. Sediain 2 bungkus rokok yang bungkus pertama kamu simpan dan jangan sampai orang lihat. Dan yang kedua kosongin aja bungkusnya dan isi cukup 1 atau 2 batang saja. Jadi, ketika ada yang minta rokokmu, bilang aja, “sorry, ini rokok terakhir.”
Pilihan lain tertuju pada beli tembakau dan melintinglah selama kamu disana. Selain harga rokok bungkusan yang rata-rata berisi 20 batang itu mahal banget, sekitar Rp 80.000-an lebih lah harganya kalo dikurs Rupiah. Tapi kalo randomers beli tembakau dan kertas lintingnnya harganya akan lebih mahal sekitar Rp 90.000-an tapi kamu bisa ngerokok lebih dari 20 batang. Lebih oke kan?
Sepulangnnya dari Eropa, ketagihanlah yang terjadi. Untung di Jogja ada tempat yang menjual tembakau dan kertas lintingnnya. Dan sampe sekarang melintinglah saya, HARGA JAUH LEBIH MURAH BRO! Katakanlah sebungkus rokok seharga Rp 20.000,- dan itu habis dalam 1 hari. Nah! Kalo randomers pindah jadi lintingers, bisa hemat Rp 115.000,- seminggu lho!
Jadi, udah berapa bungkus seminggu?
Komentar
Posting Komentar